Apakah manusia makan daging sebelum Kejatuhan dan Air Bah?
Alkitab tidak secara khusus menjawab pertanyaan ini. Namun, mari kita sediki beberapa argumentasi yang ada secara singkat. Argumentasi pertama berasumsi tidak ada kematian sama sekali sebelum Kejatuhan. Hal ini diikuti dengan posisi bahwa manusia tidak mungkin makan binatang karena binatang tidak dapat mati.
Jadi apakah ada kematian sebelum Kejatuhan manusia? Ya, tentu ada. Allahlah yang menetapkan siklus “benih.” Kejadian 1:11-12 berbunyi:
Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Dalam proses bertumbuh, sebiji benih harus mengorbankan dirinya, atau “mati,” agar dapat bertumbuh dan menjadi sebuah tanaman. Yesus sendiri berbicara tentang hal ini, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh. 12:24; 1 Kor. 15:36). Lagipula, karena Adam dan Hawa makan tumbuh-tumbuhan maka tentunya tanaman tersebut mati ketika dimakan. Jelas, ada kematian dalam dunia sebelum Kejatuhan.
Setelah kawin, gurita raksasa Pasifik mati. Cumi-cumi mati tidak lama setelah melahirkan. Setelah bertelur Salmon Pasifik Utara mati. Lalat capung hanya hidup untuk reproduksi dan setelah itu mati. Pola reproduksi belalang cukup ganas; yang betina menggigit sampai putus kepala yang jantan; kanibalisme seksual. Kutu betina mati saat sedang bertelur. Belut mati setelah bertelur. Laba-laba, ngengat, dan katak tertentu juga mati setelah melahirkan. Berarti, ada kematian sebelum Kejatuhan.
Allah menetapkan siklus kehidupan sejak dari awal dan bukan hanya berkata bahwa mereka “baik” (Kej. 1:12, 21), tapi “sangat baik” (Kej. 1:31). Kematian bagi hewan dan tanaman sebelum Kejatuhan bukanlah hal yang buruk; ini hanyalah bagian dari proses alam yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Jadi, walaupun manusia tidak mati sebelum Kejatuhan (Kej. 2:17; Rom. 3:23; 5:12-19), hal ini bukan berarti bahwa hewan dan tanaman juga tidak mati sebelum Kejatuhan. Sekalipun dosa manusia akhirnya memengaruhi seluruh Ciptaan (Rom. 8:19-22), hal ini tidak berarti kematian tumbuhan atau binatang tidak terjadi sebelum Kejatuhan.
Kita telah menetapkan bahwa ada kematian dari paling tidak beberapa tanaman dan binatang sebelum Kejatuhan. Bagaimana dengan setelah Kejatuhan?
Setelah Kejatuhan, Allah sendiri mengorbankan seekor binatang (Kej. 3:21; bdg. 1 Pet. 1:19-20; Wah. 13:8). Allah menumpahkan darah (Im. 17:11; Ibr. 9:22). Ini adalah pengorbanan yang memodelkan kasih karunia Allah dalam keselamatan (Ef. 2:8-10). Bukan hanya Allah menyediakan korbannya (Kej. 3:21: bdg. Kej. 22:8, 13), tapi juga cara penerapannya; Adam dan Hawa tidak mengenakan kulit sendiri, tapi justru Allah yang mengenakannya untuk menutupi tubuh mereka (manusia tidak diselamatkan oleh pekerjaan dedaunan mereka sendiri, Kej. 3:7).
Pengorbanan Allah dalam Taman, paling tidak menyingkapkan keabsahan korban binatang bagi keuntungan manusia. Habel, seorang pemelihara domba, mengerti bagaimana memberikan korban yang dapat diterima dengan menggunakan hewan (Kej. 4:3-4). Mengapa Habel seorang pemelihara domba? Apa tujuannya? Mungkin untuk dimakan? Lagipula, penjabaran korban Habel bersifat instruktif. Perhatikan frasa, “yakni lemak-lemaknya” (Kej. 4:4). Hal ini serupa dengan korban perdamaian yang diberikan kemudian dimana “lemak”nya dibakar dan dagingnya dimakan (Im. 3:9). Kain memberikan korban sajian. Selanjutnya di Perjanjian Lama kita belajar bahwa korban sajian disertai dengan persembahan perdamaian (Im. 3; 6:14-23). Berarti, mungkin kita sedang menyaksikan di Kejadian 4 pertama kalinya korban sajian dan perdamaian (penghapus salah) diberikan bersamaan. Jika benar, maka sebagian dari korban mungkin telah dimakan manusia.
Yabal adalah bapa yang memelihara ternak (Kej. 4:20). Apakah ada dari hewan-hewan ini yang digunakan sebagai korban? Atau sebagai makanan? Alkitab tidak menjelaskan. Nuh menerima perintah khusus dari Allah untuk mengambil 7 pasang dari setiap binatang yang tidak haram di dalam Bahtera (Kej. 7:2-3). Binatang yang tidak haram digunakan sebagai korban. Setelah Air Bah, Nuh memberikan sebuah korban yang berkenan kepada Allah (Kej. 8:20-21). Bagaimana Nuh tahu cara memberikan korban yang berkenan? Apakah dia hanya melanjutkan praktik yang dilakukan Habel? (Kej. 4:3-4). Jelas, paling tidak ada dua korban binatang setelah Kejatuhan dan sebelum Air Bah; dan mungkin ada beberapa yang lainnya.
Penting untuk diperhatikan bahwa banyak sembelihan binatang di Perjanjian Lama yang sering disertai santapan; bagian Allah dipersembahkan di atas mezbah dan bagian si penyembah disantap saat makan. Beberapa perjanjian (kovenan) ditegaskan dengan pengorbanan, yang disertai santap bersama (Kej. 26:28-31; 31:54; Kel. 24:3-11). Korban persembahan (bandingkan dengan korban Habel, Kej. 4:3-4) menyertakan santap bersama dalam komunitas (Im. 7:11-38; Ul. 12:6-7; 27:7, dll.). Santapan dan persembahan seperti ini dilakukan pada bagian-bagian penting dalam sejarah Israel (Ul. 27:7; 1 Taw. 16:1-3; 2 Taw. 7:1-10, dll.). Dan Paulus membandingkan Perjamuan Akhir dengan santapan persembahan ini (1 Kor. 10:16-21). Walaupun Hukum Musa belum secara resmi diberikan sampai masa Musa (Rom. 5:13-14) dan Alkitab bungkam tentang hal ini, fakta bahwa korban persembahan yang disertai dengan santap bersama tetap adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi dalam masyarakat sebelum Air Bah (Rom. 2:14-15).
Beberapa berargumen bahwa Adam diberikan instruksi khusus di Taman untuk hanya makan tumbuh-tumbuhan dan bukan daging. Mereka mengutip:
Kejadian 1:29-30 Berfirmanlah Allah: “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.”
Apakah hal ini menegaskan bahwa Adam dan Hawa hanyalah pemakan tumbuhan? Belum tentu. Bagian ini hanya memberikan perintah positif bahwa manusia dapat makan tumbuh-tumbuhan; tidak secara eksplisit melarang makan daging. Jadi, walaupun teks ini tidak mendikte manusia untuk makan tumbuhan, teks ini juga tidak melarang makan daging. Alih-alih menetapkan diet manusia di Taman, dengan penggunaan kata “segala” yang berulang, Kejadian 1:29-30 mungkin saja sedang mendirikan dasar bagi perintah Allah untuk tidak makan dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Kej. 2:16-17).
Yang lainnya melanjutkan argumentasi ini dan menyampaikan bahwa binatang pertama dimakan dalam ketaatan terhadap Kejadian 9:1-4. Bunyi teksnya:
Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi. Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan.”
Kejadian 9:1-3 adalah penyampaian kembali atas perintah ketuanan mula-mula yang diberikan kepada Adam, bahkan “berkat” dan “beranak-cuculah dan bertambah banyaklah” (Kej. 9:1, 7) sangatlah sama secara ilahi dengan Kejadian 1:28. Bagian ‘segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut’ dari Kejadian 9:1-3 semuanya disebutkan dalam Kejadian 1:20-26, 28-30. Jadi, kita menyaksikan sebuah penciptaan kembali atau sebuah pembaruan dalam Kejadian 9:1-3. Sebagaimana John Gill menuliskan:
Ini adalah sebuah pembaruan, paling tidak sebagian, dari pemberian kekuasaan kepada Adam atas seluruh makhluk; mereka menaati dia dengan gembira, dan karena kasih, namun karena berdosa, Adam kehilangan banyak dari kuasanya atas mereka, mereka memberontak melawan dia; namun kini sekalipun mandat kuasa atas mereka telah diperbaharui, mereka tidak lagi melayani manusia dengan bebas, namun dalam ketakutan akan manusia, dan lari darinya.
Jadi, sebagaimana Kejadian 9:1-3 bukan berbicara tentang ciptaan yang sama sekali baru, tapi lebih sebuah pembaruan, demikian pulalah bagian ini bukannya berbicara tentang perintah yang baru bahwa manusia dapat makan binatang, yang memang dia telah berkuasa atasnya (Kej. 1:26; 2:20). Jadi, Kejadian 9:1-3 bukanlah sebuah ijin baru untuk makan daging; khususnya dengan melihat bahwa santapan yang melibatkan daging mungkin sudah menyertai persembahan yang terjadi sebelumnya setelah Kejatuhan. Namun, jelas ada larangan baru untuk tidak makan daging yang bercampur dengan darah (Kej. 9:4).
Berarti, Kejadian 9:1-3 merujuk pada Penciptaan kembali. Allah menambahkan perintah untuk tidak makan daging yang berdarah (Kej. 9:4), Mengapa? Karena hidup ada dalam darah (Im. 17:11; bdg. Kej. 9:5-6). Hal ini menegaskan pesan tersirat dalam seluruh korban persembahan; bahwa penebusan dosa akan dilakukan “dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Pet. 1:19-20; Kej. 3:15; 21; Yoh. 1:29; Rom. 3:25: 1 Kor. 5:7; 1 Pet. 1:2).
Terakhir, kita perlu memperhitungkan kerusakan manusia. Kejadian 6:5-7 berbunyi:
Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."
Tuhan melihat kejahatan manusia yang merajalela di bumi, dan bahwasanya segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Dan Tuhan menyesal bahwa Dia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal ini mendukakan hatiNya. Sehingga Tuhan berkata, "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."
Kebobrokan manusia sangatlah mengerikan. Sedemikian parahnya hingga Allah membinasakan bumi, kecuali Nuh dan yang lain bersamanya di Bahtera. Sangatlah sulit, jika bukan mustahil, untuk percaya bahwa tidak ada seorangpun yang akan berpikir untuk membunuh dan makan binatang selama (sekitar) 2300 tahun sebelum Air Bah; khususnya saat melihat binatang telah digunakan sebagai korban. Namun, ini adalah sebuah argumentasi yang muncul dari kebungkaman Alkitab, jadi tidak dapat menjadi kesimpulan.
Berarti, tidak ada bukti pasti dari kedua posisi ini tentang apakah manusia makan atau tidak makan daging sebelum Air Bah; namun sepertinya lebih condong ada makan. Yang kita tahu pasti adalah hukum makanan Perjanjian Lama sudah tidak lagi berlaku (Rom. 10:4; 14:1-4; Gal. 3:23-25; Ef. 2:15).
Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).