Jika Allah hadir dalam Trinitas, maka mengapa Yesus tidak tahu semua yang Bapa tahu? Misalnya, Yesus berkata, “Bapa, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Jika Yesus tahu “rencananya” mengapa dia tanyakan pertanyaan tersebut? Kelihatannya Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah entitas terpisah yang berbagi ikatan umum, sebagaimana hubungan ayah-anak pada umumnya dimana dua orang berbagi sebagian gen dan karakteristik yang sama, namun terpisah.
Isu yang anda angkat ini bukan hanya berhubungan dengan Trinitas, namun juga dengan “kesatuan hipostatik” – doktrin bahwasanya satu pribadi Kristus memiliki baik natur manusia dan natur ilahi. Dia sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Dalam inkarnasi, Anak Allah yang kekal lahir sebagai manusia, secara permanen bersatu dengan tubuh (Yoh. 1:14) dan jiwa manusia (Mat. 27:50; "jiwa" sinonim dengan "roh").
Dalam kesatuan hipostatik, ke dua natur Yesus sepenuhnya terpisah (seperti pribadi-pribadi dalam Trinitas sepenuhnya terpisah), namun disatukan dalam satu pribadi (seperti pribadi-pribadi Trinitas yang disatukan dalam satu esensi). Karena mereka sepenuhnya terpisah, setiap natur mempertahankan atributnya masing-masing. Hal ini berarti bahwa dalam natur manusianya, pengetahuan Yesus terbatas pada apa yang telah dia pelajari sebagai manusia, sementara dalam natur ilahinya Dia sepenuhnya maha tahu, tahu segalanya.
Seperti doktrin Trinitas, doktrin kesatuan hipostatik hanyalah sebuah cara untuk mencoba merangkum semua yang Alkitab katakan tentang subjek tertentu. Dalam membaca Alkitab, mungkin terlihat bahwa Yesus dan Bapa adalah pribadi yang sepenuhnya terpisah. Impresi ini berkembang sebagian besar karena Alkitab biasanya berbicara tentang Yesus dari perspektif natur manusianya, dan tentang Allah dari perspektif pribadi Bapa. Karena natur manusia Yesus bukanlah bagian dari Trinitas, bahasa Alkitab hanya menarik pembagian antara Yesus dan Allah Bapa saat berbicara dari kedua perspektif ini.
Kesulitan lainnya adalah bahwa Alkitab tidak mulai berbicara tentang Yesus sampai Perjanjian Baru, namun Perjanjian Baru sendiri merupakan publikasi yang cukup telat dalam skema besar Alkitab. Bagi semua sejarah sebelum Perjanjian Baru, Allah telah menyingkapkan diriNya sebagai satu Allah. Ketika Allah memberikan petunjuk atas ide-ide yang dinyatakan dalam doktrin Trinitas, petunjuk-petunjuk inipun dengan mudah dijelaskan dengan cara lain oleh mereka yang membaca Perjanjian Lama pada mulanya. Tanpa keraguan, Perjanjian Lama menekankan fakta bahwa hanya ada satu Allah.
Namun, ketika Yesus muncul, Dia mulai mengajarkan bahwa diriNya setara dengan Allah (Yoh. 5:18) – namun Dia tidak mengajarkan bahwa Dia sepenuhnya identik dengan Allah Perjanjian Lama. Lebih tepatnya, Dia menyebut Allah sebagai BapaNya. Agar tidak ada orang yang berpikir bahwa Dia adalah Allah yang baru atau berbeda, Yesus menegaskan bahwa hanya ada satu Allah (mis. Markus 12:29-34; Yoh. 5:44; 17:3). Bagaimana Yesus dapat setara dengan Allah dan bukan Allah? Ya, Yohanes menjelaskan di Yohanes 1:1 bahwa Yesus (yang Yohanes sebut "Firman"; bandingkan Yoh. 1:14) ada "pada mulanya" dan Dia ada "bersama Allah," dan bahwa Dia "adalah Allah." Yohanes mengatakan kedua hal bahwa Firman ada "bersama Allah," menunjukkan bahwa Firman berbeda dari Allah, dan bahwa Firman "adalah Allah," menunjukkan bahwa Firman tidak berbeda dari Allah. Dapat diargumentasikan bahwa struktur kalimat dari Yoh. 1:1 berarti "Firman itu ilahi" bukannya "Firman adalah Allah." Walaupun saya tidak setuju dengan asesmen ini mengingat konteks bahwa Yohanes telah memperkenalkan Firman "Allah" sebagai nama Allah dalam frasa yang tepat mendahului, pada akhirnya tidak masalah pembacaan mana yang diikuti. Jika hanya ada satu Allah, maka menjadi ilahi adalah menjadi satu Allah tersebut. Sekalipun bagian ini tidak berbicara tentang Roh Kudus, tetaplah ia mengungkapkan ide-ide yang dapat direkonsiliasikan hanya dengan mengatakan bahwa hanya ada satu Allah, dan bahwa dalam Allah ada beberapa “pribadi” (atau kata apapun yang kita pilih untuk mengidentifikasi perbedaan) yang berbeda, yang masing-masingnya dapat disebut "Allah", di dalam dan tentang diri mereka sendiri. Yohanes kembali pada ide ini di Yoh. 1:18 dengan memanggil Yesus "Anak Tunggal Allah." Dengan menambahkan Roh Kudus pada persamaan ini maka kita memiliki tiga, yang menjadikan Trinitas, namun masalah bagaimana "pribadi" berbeda ini ada bersama-sama dibahas paling jelas dalam diskusi di Yohanes 1.
Yoh. 1:1-18 juga merupakan bagian yang sangat tepat menunjukkan kesatuan hipostatik. "Firman itu adalah Allah" (Yoh. 1:1), dan "Firman itu menjadi manusia dan tinggal bersama-sama dengan kita" (Yoh. 1:14). Ketika Firman itu menjadi daging, Dia tidak berhenti sebagai Allah, namun menambahkan "daging" pada keberadaanNya. Kita tahu dari bagian Firman lainnya bahwa "daging" Yesus mencakup jiwa/roh (Mat. 27:50; Markus 2:8; Lukas 23:46; Yoh. 11:33; 13;21; 19:30). Yesus adalah manusia (1 Tim. 2:5) dan Allah (Yoh. 1:1; Tit. 2:13; 2 Pet. 1:1).
Jadi, ketika Yesus menyatakan kurang berpengetahuan, Dia sedang berbicara sebagai manusia. Namun "AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" merupakan suatu kasus yang sedikit lebih istimewa. Bahkan sebagai manusia, Yesus tahu mengapa Allah telah meninggalkanNya – Allah meninggalkan Kristus karena Kristus telah tercemar dengan kesalahan dosa kita. Yesus tahu bahwa Dia adalah korban penebus dosa, dan tahu bahwa hal ini berarti Allah akan meninggalkanNya. TeriakanNya merupakan pencetusan retoris yang mengungkapkan kedukaanNya yang mendalam. Ini juga rujukan pada Mazmur 22 – Dia meneriakkan "judul" mazmur tersebut, merujuk pada fakta bahwa Dia sedang menggenapi nubuatannya. Ada bagian-bagian lain yang lebih jelas menyatakan bahwa Yesus tidak tahu (mis. Mat. 24:36 // Markus 13:32 // Lukas 10:22).
Ra McLaughlin is Vice President of Finance and Administration at Third Millennium Ministries.