Sepertinya keterlaluan bahwa Allah akan mengutuk Adam dan keseluruhan umat manusia hanya karena makan sepotong buah! Apakah Adam melakukan hal lain yang mengakibatkan respon seperti ini dari Allah?
Ini pertanyaan yang baik, karena kejatuhan Adam bukan hanya tentang dosa makan sepotong buah terlarang yang tentunya sudah pasti. Ini tentang semua dosa di balik dosa dari semua dosa ini juga. Hal ini berurusan dengan hati manusia dan pemberontakan melawan Allah.
Apa yang terjadi saat Kejatuhan disampaikan kepada kita dalam Kejadian 2:16-17; 3:1-7, namun pada dasarnya Adam diperintahkan untuk tidak makan dari Pohon Pengetahuan yang Baik dan yang Jahat, dan ketika dia dan Hawa kemudian digoda untuk melakukannya oleh si ular di Taman Edan, mereka tetap melakukannya.
Perintah(-perintah) apa saja yang Adam langgar di Taman? Sekalipun belum ada hukum resmi pada masa Adam (Rom. 5:14), dia melanggar semuanya (bdg. Yak. 2:10). Intinya, pelanggaran dari satu bagian hukum adalah pelanggaran seluruh hukum, karena hukum adalah mata rantai, dimana memutus satu rantai adalah memutus seluruh rangkaian rantai tersebut. Jadi, dosa memakan sepotong dari buah terlarang memang jauh lebih kompleks dari apa yang dapat dikenali manusia.
Apakah Adam dan Hawa secara khusus ada melanggar perintah manapun dari Sepuluh Hukum Taurat? Ya, itulah yang mereka lakukan walaupun hukum Musa masih belum diresmikan (Kel. 20:1-17; Ul. 5:4-21). Adam diciptakan “amat baik” (Kej. 1:31) sehingga seyogyanya mengenal hati Allah tentang perintah perjanjianNya yang kudus, adil, dan baik (Rom. 7:12). Sekalipun hanya satu dosa — makan buah — cukup untuk mengutuk Adam dan Hawa dan seluruh umat manusia, di sepanjang kekekalan, mari kita telaah bagaimana masing-masing dari ke Sepuluh Hukum Taurat juga dilanggar (Catatan: Sekalipun Adam dan Hawa keduanya berdosa di taman, apa yang saya paparkan berikut ini adalah tentang dosa Adam sehingga menekankan posisinya sebagai kepala dari perjanjian dengan Allah [Hos. 6:7].)
Perintah Pertama
Keluaran 20:3: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”
Perkataan Allah kepada Adam adalah untuk tidak makan dari Pohon Pengetahuan yang Baik dan Jahat (Kej. 2:16-17; bdg. Yoh. 1:1). Adam memiliki kuasa dan otoritas untuk berjalan dengan setia dan menaati Allah dan memerintah alam semesta dalam kebenaran (bdg. Kej. 1:28-30). Namun, alih-alih percaya dan menaati Firman Allah — yaitu Allah sendiri, suaraNya, otoritasNya, ketentuan perjanjianNya — Adam malah memilih percaya pada perkataan “allah dunia ini” — si ular (2 Kor. 4:4; bdg. Yoh. 12:31; Ef. 2:2). Dia memilih allah lain. Terlebih lagi, melalui ketidakpercayaan dia juga menempatkan dirinya melampaui Allah (Rom. 1:21-22; bdg. Maz. 82:6; Yoh. 10:34), menginginkan menjadi berhikmat “seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:5-6). Adam menempatkan si ular dan diriNya melampaui “Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa” (1 Tim. 1:17). Adam melanggar perintah pertama.
Perintah Kedua
Keluaran 20:4-6: Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.
Rasul Paulus memberitahukan kita tentang kecenderungan bejat kita terhadap penyembahan berhala (Rom. 1:18-32; bdg. Yes. 40:18; 41:7, 29; 45:9; 46:5; Kis. 17:29, dll.). Yang belum dilahirbarukan akan condong terhadap pembentukan rupa-rupa wujud Allah dalam kayu, batu, metal, dan bahkan dengan membentuk gambar lain di dalam imajinasi mereka sendiri yang telah jatuh (bdg. Kej. 6:5). John Calvin menuliskan bahwa hati manusia sesungguhnya adalah pabrik ilah yang senantiasa menghasilkan cara-cara baru untuk menemukan dan membentuk ilah palsu:
Pikiran manusia, yang disesaki dengan ketergesaan yang sembrono, berani untuk membayangkan suatu dewa yang cocok dengan kapasitasnya sendiri; di saat dewa tersebut bekerja keras dengan ketumpulannya, tenggelam terpuruk dan dengan menjijikkan sama sekali tidak mau tahu, diapun menggantikan posisi Allah dengan kesia-siaan dan momok sia-sia. Selain semua kejahatan ini, masih ada satu lagi tambahan. Sosok dewa yang manusia ciptakan di dalam imajinasinya dan yang dia upayakan untuk dilakoni. Dalam hal ini, pikiran memang membuahi berhala, dan tanganlah yang melahirkannya. (Inst. 11.8).
Tuhan Allah berhak untuk memerintahkan bagaimana Dia memilih untuk menyingkapkan diriNya (bdg. Ul. 4:15-31). Dan karena kecenderungan kita terhadap penyembahan berhala, seyogyanyalah kita menghindari upaya apapun untuk membayangkan Allah terlepas dari apa yang telah Dia singkapkan pada kita dalam FirmanNya.
Namun Adam memahat sebuah sosok dalam pikirannya tentang apa yang bijak: menginginkan menjadi “seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:5-6; bdg. Rom. 1:21-22). Pada intinya, dia ingin mendapatkan pengetahuan ilahi (Yunani gnosis), pengetahuan rahasia yang lebih tinggi yang sebelumnya telah dilarang (Kej. 2:16-17). Dalam benaknya Adam membayangkan gambar Allah lain dari apa yang telah disingkapkan kepadanya, dan dia melanggar perintah kedua.
Perintah Ketiga
Keluaran 20:7: Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.
Di Alkitab, nama mencerminkan karakter seseorang atau suatu makhluk (Kej. 2:19-20; 16:11; 17:5, 15-16, 19; Yes. 8:3-4; Hos. 1:4, 6, 9; Lukas 1:13). Hal ini berlaku juga bagi nama Allah yang kudus (bdg. Kel. 3:13-14). (Bacalah “Apa Saja Nama Allah?” dan “Apa Saja Atribut Allah” di bawah ini.) Keseluruhan Allah dapat dirangkum dalam namaNya yang mulia, nama di atas segala nama (Fil. 2:9). Oleh karenanya, menggunakan namaNya sembarangan sama dengan mendatangkan penghinaan atas pribadi, atribut, dan karakterNya.
Mulai dari menamai binatang dan istrinya sendiri, Adam memahami dengan jelas pentingnya sebuah nama (Kej. 2:19-20, 23). Juga kita ingat bahwa si ular memakai nama Allah, Elohim, saat menggodai pasangan pertama ini di Taman Eden (Kej. 3: 1, 5). Lagipula, si ular berdusta tentang Firman Allah. Sesungguhnya, dia memfitnah pribadi, atribut dan karakter Allah ketika dia menggunakan nama Allah dalam konteks dustanya dan memang pantas disebut bapa segala dusta (Yohanes 8:44).
Sebagai kepala perjanjian di taman (Hos. 6:7), namun tidak seperti Yesus Kristus yang merupakan Adam kedua dan terakhir (Mat. 4:1-11, khususnya, Mat. 4:4, 7, 10; 1 Kor. 15:45, 47), Adam sama sekali tidak berusaha mengoreksi salah penggunaan si ular akan nama Allah yang kudus. Sebaliknya, dia tunduk, mendengarkan, dan menaati perkataan si ular sehingga menjadi satu kubu dalam menggunakan nama Tuhan dengan sembarangan. Dia membiarkan dosa berkembang dalam Kerajaan ciptaan yang telah diberikan kepadanya untuk dipimpin dalam kebenaran (Kej. 1:28-30). Adam melanggar perintah ketiga.
Perintah Keempat
Keluaran 20:8-11: Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
Banyak teolog percaya Allah berjalan di Taman Eden pada hari Sabat (Kej. 3:8) dan bahwa Taman Eden sendiri melambangkan gereja dan oleh karenanya Sabat juga. Perumpamaan bait berlimpah di sepanjang Pentateukh. (Bacalah, “Gereja Perjanjian Lama/Baru” dan “Adam dan Hawa dan Perumpamaan Istirahat Sabat” di bawah.)
Adam, sebagai nabi, imam, raja, dan tuan atas ciptaan Allah di bumi, gagal menjaga bait Allah sebelum Kejatuhan. Sebagai raja bawahan dari perjanjian [1], dia menodai gereja Allah dan Hari Sabat.
Lagipula, Adam seharusnya sungguh berupaya untuk masuk dalam perhentian Allah (bdg. Ibr. 4:1-11), dan walaupun diciptakan “sangat baik” (Kej. 1:31) dengan kapasitas memperolehnya, dia gagal. Sungguh, ibadah yang tepat menyertakan iman dan ketaatan (Rom. 1:5; 15:18; 16:26; bdg. Ibr. 5:9). Saat Yesus adalah Tuhan atas Hari Sabat (bacalah, “Apa arti Markus 2:27-28” di bawah), Adam pertama justru gagal menaati Allah dan memelihara Sabat. Adam melanggar perintah keempat.
Perintah Kelima
Keluaran 20:12: Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.
Adam tidak menghormati Bapanya yang juga Bapa seluruh ciptaan, penciptaNya sendiri (Kej. 1:1, 26-27; 2:7). Dia tidak bergantung pada Firman BapaNya ini dan Roh selama godaan di taman sebagaimana yang Yesus lakukan saat cobaanNya di padang gurun (Mat. 4:1-11; bdg. Ef. 4:27; 6:11, 13; Yak. 4:7; 1 Pet. 5:8-9). Sebaliknya, dia mendengarkan dusta di ular dan gagal mengoreksi istrinya dalam dosanya. Dia juga kehilangan “umur panjang;” jangan sampai kita lupa bahwa Pohon Kehidupan sebelumnyapun juga ada di taman (Kej. 2:9). Adam melanggar perintah kelima.
Perintah Keenam
Keluaran 20:13: Jangan membunuh.
Oleh karena dosa mula-mula Adam dan pengabaian bejat terhadap keturunannya sudah ada dalam dirinya, hal ini berarti bahwa setiap pembunuhan yang pernah terjadi ialah karena kejatuhan Adam — bahkan kematian Yesus (1 Pet. 1:19-20; bdg. Gen. 3:21). Setelah dilarang masuk ke taman (Kej. 3:22-24), kebencianpun menyatakan dirinya ketika putra Adam, Kain, membunuh adiknya, Habel (Kej. 4:8; bdg. Mat. 5:21-22; Yohanes 8:44; 1 Yoh. 3:15). Tidak seperti Adam kedua dan terakhir, Yesus Kristus (1 Kor. 15:45, 47), yang memberikan hidup berkelimpahan (Yoh. 10:10), Adam pertama justru memberikan kematian kepada anak cucunya. Melalui dosanya sendiri Adam pertama bahkan mengakibatkan kematiannya sendiri (Kej. 5:5). Adam melanggar perintah keenam.
Perintah Ketujuh
Keluaran 20:14: Jangan berzinah.
Yesus berkata, “Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.” (Mat. 25:1). Gereja adalah mempelai Kristus (Wah. 21:2, 9). Adam dan Hawa adalah ciptaan dan mempelai Allah (bdg. 2 Kor. 11:2; Ef. 5:25-27) dan merupakan harta yang berharga bagi Allah (bdg. Kel. 19:5).
Kebanyakan orang hanya menganggap perzinahan berlaku antara seorang pria dan wanita dalam perjanjian pernikahan. Namun, hal ini juga berlaku atas gereja yang membelot (mis. Israel) dari perjanjian Allah dan menyembah berhala (Yer. 3:8-9; 5:7; 23:14; 29:20-23; Yeh. 16:8, 15, 25, 32). Allah bahkan menceraikan Israel oleh karena ketidaksetiaannya (Yes. 50:1; bdg. Mat. 5:32). Pasangan pertama mengkhianati Pencipta mereka. Mereka tidak setia kepada perjanjian Allah (bdg. Hos. 6:7). Mereka melakukan perzinahan ketika hawa nafsu mereka menginginkan yang lain — perkataan dan jalannya si ular — dan dengan makan sepotong buah terlarang, mereka melanggar perintah ketujuh.
Perintah Kedelapan
Keluaran 20:15: Jangan mencuri.
Adam diperintahkan untuk tidak makan dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Kej. 2:16-17). Buah pohon ini bukan milik Adam dan Hawa namun hanya milik Allah semata yang menciptakannya (Kej. 1:1, 11-12). Niat mereka ialah mencuri pengetahuan yang bukan hak mereka. Mereka adalah pencuri, sehingga dengan memakan apa yang mereka curi, Adam (dan Hawa) melanggar perintah kedelapan.
Perintah Kesembilan
Keluaran 20:16: Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
Adam tidak mengoreksi istrinya ketika dia mengatakan bahwa Allah berkata mereka tidak dapat “meraba” buah di pohon itu (Kej. 3:2-3). Kita diingatkan bahwa Tuhan Allah tidak pernah berkata tentang meraba buah itu, hanya tidak boleh memakannya (Kej. 2:16-17). Dengan tidak menjalankan peran kepemimpinannya dengan tepat dalam perjanjian dan keluarganya sendiri, Adam membiarkan istrinya memercayai sebuah dusta sehingga menjadi sekubu dengan dusta tersebut. Saat “meraba” buah itu dan Hawa dia tidak mati, diapun menjadi berani, dan langkah logis berikutnya dalam kejatuhan pasangan pertama ini adalah dengan benar-benar makan buah tersebut dan mengharapkan hasil yang sama.
Sebagai kepala perjanjian, Adam juga tidak mengoreksi si bapa segala dusta di Taman Eden (Yohanes 8:44) ketika dia berkata, "Sekali-kali kamu tidak akan mati" (Kej. 3:4-5). Pernyataan si ular adalah kontradiksi langsung terhadap apa yang telah Allah sampaikan sebelumnya (Kej. 2:16-17). Malahan, Adam membiarkan dusta ini berakar dalam dia dan istrinya (Yak. 1:14-16). Jadi, dengan gagal membicarakan kebenaran tentang Firman Allah dan menjunjung tinggi kebaikan Allah Maha Kuasa saat otoritas Firman ditantang (Yoh. 1:1), seharusnya Adam mengoreksi si ular pendusta. Ketika hal itu tidak dia lakukan, diapun ikut berbagian dalam dustanya. Adam melanggar perintah kesembilan.
Perintah Kesepuluh
Keluaran 20:17: "Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu."
Adam mengingini buah dari Pohon Pengetahuan yang Baik dan Jahat (Kej. 2:16-17). Terhadap “pengetahuan yang baik dan jahat,” Adam dengan berdosa ingin menjadi seperti (Kej. 3:5-6; bdg. Rom. 13:9; Ef. 5:3, 5, dll.). Tuan perjanjian yang bertempat di bumi ini ingin menjadi seperti Allah; raja bawahan ingin menjadi Raja Besar [1] (bdg. Yes. 14:12-15, khususnya, Yes. 14:14; Yeh. 28:6, 12-19, khususnya, Yeh. 28:17). Berarti, Adam tidak puas dengan apa yang Allah telah berikan kepadanya dan mengingini apa yang Allah telah larang.
Semua ini berkembang di dalam relung-relung terdalam hati manusia pertama ini (Markus 7:20-23). Dengan godaan di taman, dosa pertama-tama dibuahi, kemudian lahir, dibiarkan berkembang, sampai akhirnya ikut terlibat. Puncaknya, proses bejat ini membawa kematian (Yak. 1:14-16). Adam melanggar perintah kesepuluh.
Kesimpulan
Sekalipun masih banyak yang dapat disampaikan tentang masing-masing dari setiap perintah di atas, tentu sudah sangat jelas bahwa dengan ikut berbagian dari Pohon Pengetahuan yang Baik dan Jahat, Adam dan Hawapun melanggar semua perintah (Kej. 2:16-17)
Allah tidak hanya peduli tentang dosa yang kelihatan di luar seperti makan sepotong buah terlarang, namun juga dosa di balik dosa tersebut — pemberontakan hati yang sangat jelas. Sebagaimana halnya sekitar 90 persen dari gunung es ditemukan di bawah permukaan air, demikianlah terdapat kanker mematikan yang membusukkan di balik semua dosa yang kelihatan di luar. Setiap dosa memiliki dosa akar: pembunuhan = kebencian (1 Yoh. 3:15); perzinahan = hawa nafsu (Mat. 5:27-28), dan seterusnya. Dosa akar tersebut sangat dalam, kebejatan yang gelap, ketidak-benaran, dan kefasikan. Oh, betapa berdosanya dosa!
Catatan
[1] Cara standar dimana seorang Raja Suzerain (raja yang lebih besar) berhubungan dengan raja bawahan (raja yang lebih kecil) ialah melalui kesepakatan nasional, yang juga disebut perjanjian. Ini merupakan pengaturan dimana sang Suzerain memaksakan suatu hubungan dengan raja bawahan, termasuk syarat bagi hubungan tersebut. Dia menawarkan berkat saat mengikuti syarat-syarat dalam hubungan, dan mengancam kutukan saat melanggar syarat-syarat hubungan. Bacalah “Perjanjian pada Umumnya” di bawah.
Bacaan Usulan
Bolton, Samuel. The True Bounds of Christian Freedom. Banner of Truth, 1965.
Bridge, William. A Lifting Up for the Downcast. Banner of Truth, 1961.
Brooks, Thomas. Precious Remedies Against Satan's Devices. Banner of Truth, 1968.
Bunyan, John. Grace Abounding to the Chief of Sinners. Echo Library, 2007.
Burroughs, Jeremiah. The Evil of Evils: The Exceeding Sinfulness of Sin. Soli Deo Gloria, 2012.
Edwards, Jonathan. Sinners In The Hands Of An Angry God. P&R Publishing, 1992.
Owen, John. Apostasy From the Gospel. Banner of Truth, 1992.
_____. Indwelling Sin In Believers. Banner of Truth, 2010.
_____. The Mortification of Sin. Banner of Truth, 2004.
_____. Overcoming Sin and Temptation. Crossway, 2015.
_____. Sin and Temptation: The Challenge to Personal Godliness. Multnomah Pub., 1983.
_____. Temptation: Resisted and Repulsed. Banner of Truth, 2007.
Sibbes, Richard. The Bruised Reed. Banner of Truth, 1998.
Venning, Ralph. Sinfulness of Sin. Banner of Truth, 1996.
Watson, Thomas. Doctrine of Repentance. Banner of Truth, 1988.
_____. The Mischief of Sin. Soli Deo Gloria, 1994.
Topik Terkait
Apa Artinya Gnostisisme?
Apa Saja Nama-nama Allah?
Apa Saja Atribut-atribut Allah?
Gereja Perjanjian Lama/Baru
Adam dan Hawa dan Perumpamaan Istirahat Sabat
Apa Artinya Markus 2:27-28
Apakah Sabat hari Sabtu atau Minggu?
Apakah minum alkohol berlebihan suatu kecanduan?
Perjanjian pada Umumnya
Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).