Saya selalu bertanya-tanya mengapa begitu banyak pengkhotbah yang membenci kaum homoseksual. Bagaimana bisa begitu banyak orang mengklaim berasal dari Tuhan dan membenci orang lainnya? Bagaimana KKK* mengklaim diutus oleh Allah dan membenci orang kulit hitam? Bagaimana bisa kelompok-kelompok agama mengutuk mereka yang melakukan aborsi ketika mereka sendiri membenci orang yang menerima aborsi? 1 Yoh. 4:20 (TB) berkata, "Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." Apakah ini berarti bahwa semua orang ini adalah pendusta, atau hanya kebingungan? Mengapa ada begitu banyak orang yang peduli tentang mematuhi hukum Allah, namun melupakan tentang satu hal sederhana yang lebih utama: menjadi seperti Kristus?
*KKK https://id.wikipedia.org/wiki/Ku_Klux_Klan (terakhir diakses 2 November 2022)
Benar, kita cenderung munafik. Banyak di antara kita yang merasa diri benar, banyak juga yang marah, banyak yang tersakiti, dan semua kita sesunggunhnya sangat berdosa. Inilah mengapa anugerah Allah dan karya Yesus Kristus sangatlah penting. Jika kita harus bergantung pada pekerjaan baik kita sendiri untuk dapat menggapai sorga, pasti kita akan berakhir di neraka. Kita memiliki Firman Allah yang mengajarkan kita benar dan salah, dan menasihati kita untuk mengasihi bahkan musuh-musuh kita. Sedihnya, apa yang sering kita kerjakan justru adalh menemukan sederetan daftar "yang benar" yang cocok dengan bias pribadi kita masing-masing, dan lantas membenci semua yang tidak selaras dengan hal-hal "yang benar" tersebut.
Pada saat yang bersamaan, kita perlu untuk mengenali bahwa Alkitab tidak mengatakan bahwa selalu berdosa untuk marah, dan seringkali amarah menyatakan dirinya dalam cara yang sama seperti kebencian. Bahkan Yesus murka dengan para penukar uang di bait Allah (Mat. 21:12-13; Markus 11:5-17; Yoh. 2:14-16) – demikian marahnya sampai-sampai Dia sendiri mengusir mereka keluar dari lokasi tersebut. KemarahanNya yang benar demi kekudusan Allah dimanisfestasikan dalam amarah. Demikian pula Paulus mengajarkan bahwa ada ruang untuk marah (Ef. 4:26). Kemarahan sendiri tentu saja tidak berarti benci terhadap mereka yang terhadapnya seseorang marah (sebagai contoh kemarahan orangtua terhadap anaknya).
Namun demikianpun, ada kalanya kebencian dapat diterima. Misalnya, Daud menuliskan di Mazmur tentang membenci pelaku kejahatan yang beraneka ragam (Maz. 31:6; 119:113). Mungkin bagian paling luar biasa yang dia tuliskan tentang hal ini ada di Maz. 139:19-24:
"Sekiranya Engkau mematikan orang fasik, o ya Allah, sehingga menjauh dari padaku penumpah-penumpah darah, yang berkata-kata dusta terhadap Engkau, dan melawan Engkau dengan sia-sia. Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? Aku sama sekali membenci mereka, mereka menjadi musuhku. Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!"
Setelah mengakui kebenciannya yang terdalam, Daud sangat yakin akan kebenarannya dalam hal ini sehingga dia bersedia untuk Allah menyelidiki pikiran dan motivasinya yang terdalam. Tentu saja, hampir tidak pernah kebencian kita sendiri mencapai kemurnian seperti ini, namun ada kalanya ketika kita marah secara benar kebencian kitapun bisa saja cukup mendekati. Namun, sekali-kali tidak akan pernah terjadi dimana kebenaran kita dapat cukup mendekati kebenaran saat kita membenci seseorang untuk sesuatu hal yang bukan dosa serius. Untuk alasan inilah, penting bagi kita memelihara diri kita dengan seksama untuk memastikan emosi kita pantas. Jika kita berharap dapat mencapai hal ini, kita perlu tahu apa yang menjadi standar Alkitab.
Tentang mengasihi sesama, Alkitab memiliki apa yang mungkin kita sebut standar ganda. Kita memiliki kewajiban lebih tinggi untuk mengasihi orang Kristen lainnya daripada kaum tidak percaya (Gal. 6:10). Pernyataan Yohanes di Yoh. 13:34-35 dan 1 Yoh. 4:20 termasuk juga dalam jenis ini. Yohanes 13:34-35 menyampaikan fakta ini secara eksplisit ("saling mengasihi"), sementara di 1 Yohanes dia berbicara dalam konteks mengasihi orang Kristen (“saudara”; baca juga 1 Yoh. 3:10-16; 4:4-8; bandingkan Mat. 12:50; Markus 3:35). Pada abad pertama, "para saudara" atau "saudara seiman" adalah cara paling umum memanggil mereka di gereja (baca mis. Yoh. 21:23; Kis. 1:15,16; 9:30; 10:23; 15:36; Rom. 16:14; 1 Kor. 8:12; 16:11,12,20; Gal. 1:2; Ef. 6:23; Fil. 1:14; 3 Yoh. 5,10). Sebagaimana yang dapat kita lihat dari sikap Daud di Mazmur, membenci orang tidak percaya tidaklah selalu berdosa. Peringatan yang Yohanes berikan adalah bahwa mereka yang tidak mengasihi sesama orang Kristen bukanlah orang percaya sejati. Namun demikianpun, tetap kita diwajibkan untuk mengasihi bahkan musuh-musuh kita (Mat. 5:44); hanya saja kita tidak memiliki peringatan bahwasanya gagal melakukan hal tersebut mengindikasikan kita tidak selamat.
Saat kita tiba pada contoh khusus dimana orang Kristen membenci orang lain, kita harus sangat berhati-hati dalam menilai situasinya secara seksama. Dosa aborsi adalah hal yang sangat berbeda dibandingkan kualitas sebagai orang hitam yang memang sepenuhnya ilahi.
Membenci mereka yang melakukan aborsi, dalam benak banyak orang, adalah membenci "penumpah-penumpah darah" (Maz. 139:19). Menurut Amsal 6:16-19, Allah sendiri membenci mereka yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah – mereka adalah kekejian bagi Allah. Dalam hal ini, saya harus akui, walaupun secara pribadi saya membenci aborsi, umumnya saya tidak membenci mereka yang mendapatkan aborsi karena menurut saya mereka tidak percaya apa yang mereka lakukan tersebut adalah pembunuhan. Menurut saya sayang sekali mereka bodoh, dan bahwa Allah akan menghukum mereka karena dengan jahat membunuh anak-anak mereka kecuali mereka bertobat. Tetap saja, daripada membenci mereka, saya marah, dan tercabik dalam frustrasi atas kebutaan mereka terhadap hal mengerikan yang mereka kerjakan. Namun saya rasa ada juga mereka yang percaya bahwa aborsi adalah menghilangkan nyawa manusia, dan yang mengerjakan hal tersebut terlepas dari fakta ini. Dalam kasus-kasus seperti ini, kebencian sepertinya bagi saya merupakan respon yang pantas.
Membenci orang karena berkulit hitam adalah hal yang sangat konyol dan tidak alkitabiah, dan sepertinya akan berlanjut dengan dosa membenci sesama kaum percaya. Berdasarkan pernyataan Yohanes dan yang lainnya (banding pengajaran Yakobus yang terkait dengan ini di Yak. 2:1-26), saya tegas meragukan keselamatan siapapun yang berprasangka.
Homoseksualitas, walaupun adalah dosa dan kekejian bagi Allah (Im. 18:22), biasanya bukanlah jenis dosa yang pantas menerima kebencian orang Kristen. Kaum homoseksual yang menganiaya anak-anak membangkitkan amarah saya, namun demikian juga terhadap kaum heteroseksual yang berbuat hal yang sama. Saya mengenal cukup banyak orang yang menjalani gaya hidup homoseksual aktif – dan tidak satupun di antara mereka yang pantas dibenci oleh orang Kristen. Bahkan, beberapa dari mereka cukup dekat bagi saya. Lagipula, saya sama sekali tidak ragu bahwa ada orang-orang Kristen yang tulus mengasihi Allah yang diganggu oleh perasaan homoseksual, dan terlibat dalam tindakan homoseksual. Akan ada yang keberatan. "Bukannya Paulus menuliskan bahwa kaum homoseksual tidak akan mewarisi kerajaan Allah?" (1 Kor. 6:9-11). Ya benar, namun bukan maksudnya bahwa mereka yang gagal mengatasi dosa dalam dunia ini tidak akan mewarisi kerajaan. Seperti yang dia tulis 1 Korintus 6:11, orang percaya telah disucikan, dikuduskan dan dibenarkan. Mereka memang tetap berdosa namun identitas mereka di hadapan Allah disembunyikan di dalam Kristus. Sekalipun mereka terus berdoa, mereka tidak lagi dianggap sebagai pendosa namun sebagai orang benar. "Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu" bukan berarti "kamu tidak lagi melakukan hal-hal tersebut" – ayat tersebut juga mengutuk percabulan, dan Paulus menghardik jemaat Korintus karena menggunakan pelacur dalam bagian ini. Sebaliknya, hal ini berarti, "kamu tidak lagi berdiri di atas perbuatan dosamu di hadapan Allah." Maksudnya adalah bahwa untuk dosa-dosa inilah Kristus harus mati, dan bahwa kita harus menjadi orang-orang yang berupaya menyenangkan Allah.
Sebagai peringatan terakhir, dalam semua kasus dimana kita merasa hal tersebut mungkin dibenarkan untuk membenci seseorang, kita harus bergumul dengan fakta bahwa sekalipun kita diijinkan untuk membenci dalam kasus-kasus tertentu, kita dipanggil untuk mengasihi dalam semua kasus. Ini bukanlah ketegangan yang dapat kita selesaikan dengan mudah. Tidak ada jawaban yang mudah dan remeh untuk paradoks yang sangat jelas ini. Kita harus memegang erat ide-ide dalam ketegangan ini, dan berupaya untuk meniru teladan Tuhan kita. Sesulit apapun kelihatannya, kita tidak bisa sekadar memutuskan tidak akan pernah membenci, dan kita juga tidak dapat sekadar memutuskan untuk membenci kapanpun kita merasa atau berpikir hal tersebut dapat dibenarkan. Orang Kristen perlu menjadi orang yang reflektif dan berpikir. Kita harus menilai setiap situasi dalam konteksnya masing-masing, mempertanggung-jawabkan diri kita pada Firman, berdoa, memohon hikmat, dan menerima nasihat yang baik. Bahkan demikianpun kita tetap akan lebih banyak bersalah, sehingga saat kita berdoa kita perlu bersedia minta pengampuan dari mereka yang terhadapnya kita telah bersalah dan dari Allah.
Ra McLaughlin is Vice President of Finance and Administration at Third Millennium Ministries.