Sel Punca dan Vaksin COVID-19

Pertanyaan

Sesuai yang telah diberitakan, vaksin COVID-19 dan banyak pengobatan lain untuk hal yang sama diproduksi dengan menggunakan sel punca dari janin yang diaborsi. Bagaimanakah seorang Kristen mempertimbangkan hal-hal seperti ini?

Jawaban

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Ini sebuah pertanyaan penting. Semua hidup manusia bukan hanya seharusnya, namun memang harus dihormati. Sebagaimana pemazmur menuliskan:

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya (Mazmur 139:14-16).

Semua hidup – terutama yang di dalam kandungan – sangat berharga. Mengapa terutama? Karena untuk dapat hamil dan menjadi seorang ibu adalah sebuah karunia dan hak istimewa. Manusia kecil di dalam kandungan seorang ibu bergantung sepenuhnya pada ibunya untuk kasih dan perlindungan. Hal ini adalah tanggung jawab yang sangat besar sekaligus juga sebuah kehormatan luar biasa untuk dapat dipercayakan dengan suatu kehidupan yang demikian rapuh.

Untuk menanggapi pertanyaan Anda, kita perlu terlebih dulu memahami beberapa definisi dasar. Saya bukan seorang ilmuwan, jadi definisi-definisi berikut adalah dari perspektif orang awam. Namun demikian, setidak-tidaknya, kita perlu untuk memahami apa itu sel punca dan jenis sel punca hasil aborsi yang mana yang digunakan untuk membuat vaksin. Kita juga harus mempertimbangkan kemungkinan hal ini bekerja sama dengan kejahatan dan bagaimana semampu kita dapat memahami apa yang harus kita kerjakan selanjutnya.

Apa itu Sel Punca?

Dalam kelas Sains di SMP, saya belajar bahwa pada hakekatnya sel adalah batu bangunan primer dari seluruh makhluk hidup. Tubuh manusia pada umumnya terdiri dari triliunan sel. Sel adalah bahan mentah bagi tubuh.

Sel punca adalah sel yang tak terspesialisasi yang membuahkan sel-sel khusus. Dalam kondisi yang tepat, sel punca akan terbagi untuk membentuk sel-sel lain yang disebut anak sel. Anak sel inilah yang nantinya dapat menjadi sel-sel khusus (darah, organ, dll.) atau sel punca baru.

Ada dua tipe sel punca manusia: dewasa dan embrionik. Sebagaimana istilahnya, sel punca dewasa didapat dari manusia dewasa. Namun pertanyaan yang sedang kita pertimbangkan adalah tentang sel punca embrionik yang diperoleh dari bayi-bayi belum lahir yang telah digugurkan.

Sel Punca, Embrio dan Janin

Beberapa sel punca berasal dari embrio berusia empat sampai lima hari dan disebut sebagai sel punca embrionik. Sederhananya, kita sebut hal ini sebagai sel punca hasil aborsi "baru". Ini adalah sisa dari prosedur yang disebut in vitro fertilization, atau yang lebih umum disebut IVF. Dalam prosedur IVF, telur-telur dari seorang perempuan dan sperma seorang laki-laki dicampurkan di dalam sebuah wajan di laboratorium dimana beberapa telur dibuahi dan menjadi embrio. Dan inilah titik pembuahan atau awal dari kehidupan manusia.

Ada tipe sel punca embrionik lain yang digunakan dalam riset sel punca yang akan kita sebut sel punca hasil aborsi “lama”. Ini berasal dari janin-janin yang digugurkan, yang merupakan embrio yang telah punya cukup waktu untuk berkembang. Seorang bayi manusia dianggap sebagai janin mulai dari minggu ke 9 setelah pembuahan sampai kelahiran.

Penggunaan sel punca "lama" manusia pertama yang dipersiapkan dari jaringan janin yang telah diaborsi adalah WI-38, dimulai pada tahun 1962, dan MRC-5 di tahun 1966. WI-38 (Winstar Institute-38) berasal dari seorang bayi manusia yang digugurkan karena keluarganya merasa mereka telah memiliki terlalu banyak anak. [1] "Vaksin yang diproduksi dari WI-38 termasuk vaksin-vaksin untuk melawan adenoviruses, rubella, campak, gondok, varicella zoster, poliovirus, hepatitis A dan rabies." [2] Produksi sel punca "lama" manusia yang kedua adalah MRC-5 (Medical Research Council 5). [3] “Produksi sel MRC-5 dikembangkan pada September 1966 dari jaringan paru-paru yang diambil dari janin berusia 14 minggu yang diaborsi karena alasan kejiwaan seseorang yang berusia 27 tahun yang adalah seorang perempuan sehat secara jasmani.” [4] "Sel MRC-5 saat ini digunakan untuk memproduksi beberapa vaksin termasuk Hepatitis A, varicella dan polio." [5] Ada yang lain lagi seperti HEK-293 (1972) dan PER.C6 (1985), namun jelas sekali bahwa ada dua jenis sel punca berbeda (baru dan lama) dari manusia yang diaborsi yang telah digunakan untuk membuat beraneka ragam vaksin.

Filsuf dan teolog Dr. John Frame berkata tentang IVF:

IVF pada hakekatnya baik. Tidak ada alasan alkitabiah yang melarang telur manusia untuk dapat dibuahi di luar tubuh ibunya dan kemudian ditanamkan ke dalam rahimnya. Namun, dalam praktek pada umumnya, biasanya ada beberapa telur yang dibuahi, dan setelah pengamatan dalam kurun waktu tertentu ada satu yang dipilih untuk implantasi (ke dalam kandungan). Yang lainnya dibuang. Dari pandangan alkitabiah tentang kemanusiaan dari anak yang belum lahir sejah pembuahan, prosedur ini adalah pembinasaan hidup manusia. [6]

Bukan hanya hidup mulai dari pembuahan namun kemanusiaan juga mulai dari sana. Bahasa ilmiah yang tidak mau tahu akan hal ini dan digunakan untuk menjabarkan jenis hidup seperti ini memang patut dicurigai – ini hanya sebuah embrio. Istilah ini juga membuat kita lengah karena menuntun pada implikasinya bahwasanya embrio dan janin bukanlah manusia atau seseorang yang sedang berkembang. Namun mengubah istilah tidaklah mengubah realita dari apa yang Mazmur 139 gambarkan – tulang-tulang yang dibentuk di tempat yang tersembunyi (diketahui), bakal anak, dibentuk dengan ajaib.

Yohanes Pembaptis, "sebelum dia dilahirkan" (Lukas 1:41, 44) meresponi Allah, yang artinya saat itu dia sudah menjadi jiwa yang hidup. Dalam Keluaran 21:22-23, kehidupan yang berada dalam seorang perempuan hamil dihargai sebagai hidup dalam hukum yang membutuhkan "nyawa ganti nyawa" jika dimusnahkan. Yang belum lahir adalah manusia, bukan barang. Embrio bukanlah "barang-barang". Mereka adalah "siapa-siapa!" Jadi saat menciptakan produksi sel punca embrionik, dalam kebanyakan kasus, embrio dimusnahkan. Hidup seorang manusia direnggut. Hal ini tidak bermoral dan tidak etis.

Kerja Sama dalam Kejahatan

Saya menyarankan dua pertanyaan sebagai parameter dalam mengambil keputusan tentang penerimaan vaksin yang berasal dari sel punca: (1) Apakah saya bekerja sama dengan kejahatan? (2) Apakah yang akan saya kerjakan ini alkitabiah? Untuk membantu dalam pemahaman banyak prinsip yang terlibat, saya menyarankan untuk mengikuti seri pembelajaran Thirdmill gratis yang tertera di bawah ini dengan judul "Mengambil Keputusan yang Alkitabiah."

Kita hidup dalam dunia yang telah jatuh dalam dosa. Jika kita telusuri ke belakang cukup jauh maka cepat atau lambat kita akan menemukan sesuatu yang jahat. Pikirkan tentang perusahaan dan pabrik yang secara sadar menggunakan racun yang membahayakan untuk menghasilkan sebuah produk (mis. rokok yang mengandung arsenik, formaldehyde, karbon monoksida, hidrogen sianida, dll.). Mungkin juga kita akan menemukan penggunaan tenaga kerja anak secara paksa. Atau mungkin sudah banyak orang yang terbunuh, sebagaimana kasus "berlian berdarah." Bukan berarti salah jika memiliki berlian, namun "Berlian berdarah (juga disebut sebagai berlian konflik, berlian coklat, berlian panas, atau berlian merah) adalah berlian yang ditambang dalam zona perang dan dijual untuk mendanai pemberontakan, upaya penaklukan tentara yang berperang, atau aktivitas panglima perang." [7] Karena kita hidup dalam dunia yang telah jatuh, kemungkinan-kemungkinan seperti ini tidak ada habisnya. Bukahkah kita seharusnya mempertimbangkan isu-isu ini sebelum memutuskan dalam hal apa saja kita akan ikut serta?

Menurut Meredith Wadman dalam artikelnya yang berjudul "Protes para oposisi aborsi atas penggunaan sel janin dalam vaksin COVID-19," ada orang-orang yang benar-benar khawatir kalau vaksin COVID-19 yang aman dan layak pakai mungkin saja telah dikembangkan dari sel punca hasil aborsi. Dia menunjukkan paling tidak lima dari calon vaksin COVID-19 menggunakan satu dari dua produksi sel janin manusia, [8] dan merujuk pada HEK-293 dan PER.C6 tersebut di atas.

Hal ini menimbulkan sebuah dilema etis yang nyata. Apakah saya meningkatkan kemungkinan kematian (bukan hanya saya pribadi namun bisa jadi bagi orang lain juga) dengan tidak menggunakan vaksin yang aman yang memang diketahui secara umum telah dikembangkan dari janin yang diaborsi? Dengan kata lain, jika hidup saya dipersingkat saya tidak lagi dapat membagikan injil dengan yang lain, namun injil seperti apa yang saya bagikan jika ternyata harga yang harus dibayar ikut melibatkan sel punca seorang bayi yang dibunuh? Argumentasi logika seperti ini berlaku bagi semua vaksin, bukan hanya COVID-19. Ini semua adalah pertanyaan etis penting dan orang Kristen seharusnya mempertimbangkan hal-hal tersebut saat mengambil keputusan.

Apa yang Harus Saya Kerjakan?

Ada kabar baik karena “saat ini ada lebih dari 100 calon vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan.” [9] Semoga akan ada sebuah vaksin yang efektif yang dikembangkan oleh sebuah lab tanpa menggunakan sel janin yang diaborsi. Namun sementara ini, jika Anda sudah lebih lanjut usia dengan beberapa kondisi kesehatan yang serius dan vaksin pertama serta satu-satunya yang aman ternyata dikembangkan dari sel janin yang diaborsi, sebagai seorang Kristen, apa yang harus Anda lakukan?

Saya hanya dapat menjawab pertanyaan ini bagi diri saya sendiri, tidak untuk siapa pun yang lain. Saya tidak seharusnya dan memang tidak bermaksud untuk mengekang nurani Anda dalam hal ini. Namun saya tidak keberatan membagikan pemikiran saya saat ini akan isu ini:

Secara pribadi saya rasa belum ada cukup studi tentang sel punca dewasa. Jika hal ini berhasil maka sama sekali tidak akan memerlukan lagi – bahkan dari pandangan non-Kristen ilmiah – penggunaan sel punca embrioni. Menurut Mayo Clinic, “Para ilmuwan telah berhasil mentransformasi sel umum orang dewasa menjadi sel punca dengan menggunakan pemograman ulang genetik. Dengan mengubah gen dalam sel dewasa, periset can memprogram ulang sel-sel tersebut untuk dapat bertindak sama seperti sel punca embrionik.” [10] Jadi, saya piker solusi untuk masalah ini mungkin dapat terselesaikan di sini!

Kembali pada sel punca embrionik:

(1) Penggunaan sel punca “baru” yang dikembangkan dengan menggunakan IVF sangat tidak bermoral. Prosedur ini secara sadar dan sengaja membinasakan hidup manusia. Secara pribadi saya tidak dapat menerima vaksin yang dibuat dengan cara ini. Untuk tetap melakukannya adalah sama dengan mendukung pembunuhan yang berkelanjutan.

Semua pemikiran saya yang selanjutnya berkaitan dengan penggunaan dari apa yang sudah kita bahas sebelumnya sebagai sel punca aborsi "lama".

(2) Beberapa dari kalangan Gereja Baptis Selatan dan Gereja Katolik, sekalipun mengakui sejarah yang berdosa, tetap setuju dengan menerima imunisasi yang aman dengan menggunakan sel punca "lama" dari janin yang diaborsi. Awalnya hal ini terlihat munafik, namun mereka menegaskan bahwa penggunaan produksi janin yang lebih lama tidak menimbulkan bahaya tambahan.

"Sebagaimana yang disimpulkan oleh gereja Katolik bagi vaksin: Penerima obat tidak bersalah dalam dosa awal aborsi." [11] Apa yang sudah terjadi sudah terjadi dan mereka tidak dapat melakukan apapun atas aborsi di masa lalu.

Coba kita pertimbangkan Perjamuan Malam Terakhir. Kristus dibunuh (Kis. 2:23; 4:27-28) namun hidup dan matinya yang hanya satu kali ("lama") digunakan terus menerus bagi kebaikan semua umatnya di sepanjang sejarah penebusan (Mat. 1:21). Perayaan ini bahkan diperintahkan (1 Kor. 11:23-26). Ada asupan rohani dalam perjamuan ini. Namun, argumentasi pembandingan ini tidak akan berlaku bagi sel punca IVF "baru" karena Kristus hanya disalib satu kali dan tidak terus menerus (bdg. Ibr. 6:6; 7:27; 9:12, 26).

(3) Masih ada lagi pertanyaan etis serius lainnya seperti: Bukankah dengan secara sadar menggunakan sesuatu yang memang sudah tahu berasal dari janin yang telah digugurkan menjadikan seseorang terlibat dalam tindakan pengguguran itu sendiri? Bukankah hal ini sama dengan mengatakan bahwa pembunuhan dapat diterima sepanjang bermanfaat bagi orang banyak dengan mengorbankan beberapa yang tidak mampu membela diri? Apakah menolong seorang pembunuh mendapatkan uang adalah hal yang etis? Dalam istilah legal, bukankah ini seperti menjadi pendukung fakta? [12]

(4) Sebaliknya, jika seseorang tidak menerima vaksin yang aman dan lantas menjadi sakit dan menjangkitkan orang lain dan orang tersebut meninggal, bukankah mereka juga terlibat dalam kematian orang lain?

(5) Bukankah memiliki pemikiran Kristus (1 Kor. 2:16) saat mengambil keputusan berarti kita harus mengasihi sesama (Mat. 22:36-40) dan mencari kebaikan bagi sesama (Yer. 29:7)?

Semuanya ini adalah pertanyaan yang penting untuk dipertimbangkan ketika membuat keputusan alkitabiah tentang COVID-19 dan vaksin lainnya. Sebagaimana yang dapat dipantau, semua yang tertera di atas kelihatannya ingin mengerjakan hal yang benar namun justru akhirnya tiba di pihak yang bersebrangan dengan pertanyaan. [13]

Akhirnya, ini adalah keputusan pribadi di hadapan Allah, dan setiap kita punya kebebasan untuk mengambil keputusan masing-masing. [14]

Sebagai penutup, saya tidak bisa tidak mempertimbangkan apa yang dialami Yusuf. Dia diperlakukan dengan tidak adil oleh saudara-saudaranya sendiri. Lantas dia dipenjara oleh karena kejahatan yang tidak dia lakukan. Namun demikianpun cara dia menyelesaikan hal ini adalah, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." Aborsi yang terjadi dulu dan sampai saat ini sesungguhnya sangat jahat. Inilah salah satu kejahatan, jika bukan yang paling jahat, melawan kemanusiaan dan Allah sendiri! Penggunaan sel punca juga berlanjut sebagai hal yang jahat. Namun dapatkah kita berkata, sekalipun semuanya ini jahat "Allah [mereka-rekakannya] untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar?" Bagi saya pribadi, ada banyak sekali ketegangan dalam hal ini.

Akhirnya, ini adalah keputusan pribadi di hadapan Allah, dan setiap kita memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan tersebut. [15] [16]

Catatan Kaki

[1] Vaccines, Abortion & Fetal Tissue. (https://www.ohiolife.org/vaccines_abortion_fetal_tissue). Last Accessed 28 October 2020.

[2] Wikipedia. “WI-38.” (https://en.wikipedia.org/wiki/WI-38). Last Accessed 28 October 2020.

[3] CDC. Vaccine Excipient Summary. (https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/appendices/b/excipient-table-2.pdf). Last Accessed 29 October 2020.

[4] Coriell Institute for Medical Research. "MRC-5 - Normal Human Fetal Lung Fibroblast." (https://www.coriell.org/0/Sections/Search/Sample_Detail.aspx?Ref=AG05965-C). Last Accessed 29 October 2020.

[5] Wikipedia. “MRC-5.” (https://en.wikipedia.org/wiki/MRC-5#cite_note-5). Last Accessed 29 October 2020.

[6] John Frame. The New Reproduction. (https://thirdmill.org/magazine/article.asp /link/joh_frame^Frame.Ethics2005.TheNewReproduction.html/at/The New Reproduction). Last Accessed 28 October 2020.

[7] Wikipedia. “Blood diamond.” (https://en.wikipedia.org/wiki/Blood_diamond). Last Accessed 29 October 2020.

[8] Meredith Wadman. "Abortion opponents protest COVID-19 vaccines' use of fetal cells." (https://www.sciencemag.org/news/2020/06/abortion-opponents-protest-covid-19-vaccines-use-fetal-cells). Last Accessed 29 October 2020.

[9] W.H.O. "The push for a COVID-19 vaccine" (https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/covid-19-vaccines). Last Accessed 29 October 2020.

[10] Mayo Clinic Staff. "Stem cells: What they are and what they do." (https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/bone-marrow-transplant/in-depth/stem-cells/art-20048117). Last Accessed 06 November 2020.

[11] Please see this chart for other vaccine development and fetal tissues made by the Charlotte Lozier Institute (https://lozierinstitute.org) - https://s27589.pcdn.co/wp-content/uploads/2021/03/COVID-19-Vaccine-Candidates-and-Abortion-Derived-Cell-Lines-MArch-3-21.pdf This chart is important. If the link to the chart fails to work go to https://lozierinstitute.org and select >> Research >> Stem Cells >> Articles >> What you need to know about the COVID-19 vaccines >> View Full Chart. Last Accessed 5 March 2021.

[12] Rebecca Randall. Amid COVID-19, Pro-Lifers Push to Avoid Abortive Fetal Cells in Medicine. (https://www.christianitytoday.com/news/2020/october/trump-covid-fetal-cell-lines-regeneron-vaccines-pro-life.html). Last Accessed 29 October 2020.

[13] "An accessory-after-the-fact is someone who assists 1) someone who has committed a crime [abortion], 2) after the person has committed the crime [abortion], 3) with knowledge that the person committed the crime [abortion], and 4) with the intent to help the person avoid arrest or punishment [make money from an abortion to finance even more murders for the common good]. An accessory after the fact may be held liable for, among other things, obstruction of justice." Cornell Law School. "Accessory After The Fact." (https://www.law.cornell.edu/wex/accessory_after_the_fact). Last Accessed 29 October 2020.

[14] Some within Dutch Reformed Congregations decline vaccinations on the basis that it interferes with divine providence. But in my opinion, this isn’t interfering with providence. God himself told Jonah to go preach in Nineveh. Otherwise, in God’s providence, the city would have been destroyed. As the Westminster Confession of Faith, Chapter 5.3 states, “God, in His ordinary providence, maketh use of means, yet is free to work without, above, and against them, at His pleasure” (Acts 27:31, 44; Isa 55:10, 11; Hos 2:21, 22; Hos 1:7; Matt. 4:4; Job 34:10; Rom. 4:19, 20, 21; 2 Kings 6:6; Dan. 3:27). Vaccines may be considered one of God’s means of prolonging life.

[15] See the Westminster Confession of Faith, Chapter 20 - Of Christian Liberty, and Liberty of Conscience.

[16] As of March 5, 2021, Pfizer and Moderna performed confirmation tests (to ensure the vaccines work) using fetal cell lines. Johnson & Johnson uses fetal cell lines in vaccine development, confirmation and production. Please see FN #11.

Jawaban oleh Dr. Joseph R. Nally, Jr.

Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).

Q&A