Pola pikir sebagian orang sedemikian sorgawinya sampai-sampai mereka tidak berfaedah di bumi

Pertanyaan

“Pola pikir sebagian orang sedemikian sorgawinya sampai-sampai mereka tidak berfaedah di bumi.” Bagaimana kita menanggapi celetukan ini?

Jawaban

Oliver Wendell Holmes, Sr., seorang dokter dan pujangga, disinyalir sebagai orang pertama yang mengeluarkan komentar ini. Penyanyi musik country, Johnny Cash semakin membuat celetukan ini bertambah populer dengan lagu berjudul, “No Earthly Good” (Album: The Rambler, 1977). Pertama kali saya mendengar frasa ini adalah ketika saya membagikan injil kepada ayah saya. Dia bermaksud menghentikan saya dalam upaya tersebut; dia ingin saya berhenti membicarakan injil di rumahnya. Saya tahu Yesus telah berkata, “Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu” (Mat. 10:14). Lagipula, memang itu rumah ayah saya, bukan rumah saya, sehingga sayapun berhenti – paling tidak pada hari itu.

Saya pribadi belum pernah bertemu seorangpun yang “berpola-pikir sedemikian surgawinya sampai-sampai mereka tidak berfaedah di bumi.” Namun justru saya balik bertanya, apakah ada seseorang yang “berpola-pikir sedemikian duniawinya sampai-sampai mereka tidak berfaedah di surga?” [1]

Salah satu karakteristik seorang Kristen adalah mereka dengan tulus “merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi” (Ibr. 11:16). Orang Kristen seharusnyalah mencari perkara-perkara yang di atas (sorgawi). Paulus berkata di Kolose 3:1-2, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Benar sekali, dan kita dinasehati juga, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan akal budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Rom. 12:2; bdg. Yak. 4:4). Jadi, memang orang Kristen seharusnyalah sangat, sangat, sangat, berpola pikir sorgawi. Tidak mungkin mereka mampu cukup berpikir sorgawi!

Oleh karena orang Kristen bukan berasal dari dunia ini, tentu sangat membutuhkan pertanyaan mengapa mereka memikirkan hal-hal duniawi. Kewarga-negaraan merekapun di sorga (Fil. 3:20). Yesus berkata, “[kita] bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia” (Yoh. 17:6; bdg. Yoh. 17:14). Benar, kita dilahirkan di dunia, namun kita dilahirkan kembali dari sorga, dan bersama Kristus kita didudukkan di sorga (Ef. 2:6; Kol. 3:1). (Silakan baca, “Bagaimana aku dapat didudukkan bersama Kristus di sorga jika saat ini aku masih duduk di bumi?” di bawah ini.) Jadi, seharusnyalah kita mulai hidup seperti ini karena kita perlu untuk terus menerus mentransformasi dunia ini – bahasa-bahasanya, sains, seni, musik, film, liburan, arsitektur, olah raga, dan isu-isu lainnya, dll. – dengan pemikiran dan perkataan yang berasal dari atas. Namun apakah kita mendengarkan hal ini dikhotbahkan? Apakah Yesus yang sejati bahkan diijinkan di gereja anda karena Dia terlalu berpola-pikir sorgawi?

Ingat Nuh? Mendadak, dia diperintahkan untuk membangun sebuah bahtera, sebuah alat transportasi raksasa lebih kurang 155 meter panjangnya. Lantas turun hujan … banjir … kematian. Dan semua hewan! Bagi kebanyakan orang pada zamannya, Nuh pastilah terlihat seperti orang bodoh saat membangun benda tersebut. Coba dengarkan teriakan orang-orang di sekitarnya, “Nuh! Kamu itu terlalu berpikir sorgawi sampai-sampai gak ada gunanya di bumi!” Namun tetap saja Nuh membangun bahtera, yang membutuhkan waktu lebih kurang 100 tahun. Pada saat inilah dia memberitakan injil. Lihatlah, Nuh tahu persis bahwa bahtera sorgawi inilah satu-satunya harapan yang dia dan dunia miliki.

Yesuslah satu-satunya bahtera sorgawi dunia pada masa kini. Dan masing-masing dan setiap orang Kristen adalah Nuh dunia ini. Jadilah sedemikiannya berpola-pikir sorgawi seperti Nuh dan terus membangun bahtera Allah di tengah hidup duniawi.

Demikianpun, kita harus menggunakan hikmat saat membagikan injil – sebenarnya di setiap waktu. Kita harus senantiasa menggunakan hikmat dari atas (Yak. 3:17; bdg. Yak. 1:17), jika tidak kita hanya sekadar melakukan hal-hal dalam kuasa kita sendiri bukan dari Roh Kudus. Kiranya Allah memberikan kasih karunia dan belas kasihan kepada kita semua.

Catatan
[1] Harap perhatikan bahwa saya hanyalah mempelintirkan sebuah frasa dalam hal ini. Paulus dengan jelas menuliskan bahwa semua manusia – bahkan yang paling jahat di antara kita – adalah untuk kemuliaan Allah. “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan” (Rom. 9:21-23).

Topik Terkait
Bagaimana aku dapat didudukkan bersama Kristus di surga jika saat ini aku masih duduk di bumi? (thirdmill.org)

Jawaban oleh Dr. Joseph R. Nally, Jr.

Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).

Q&A