Mengapa Allah membunuh istri Yehezkiel? Hal ini kelihatannya jahat?
Apa yang Allah katakan di Yehezkiel 24:15-17 (NASB) juga dapat membingungkan: Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku: “Hai anak manusia, lihat, Aku hendak mengambil dari padamu dia yang sangat kaucintai seperti yang kena tulah, tetapi janganlah meratap ataupun menangis dan janganlah mengeluarkan air mata.” Yehezkiel tidak boleh berkabung, menangis, atau menitikkan air mata pada saat istrinya meninggal. Dan hal ini disampaikan kepadanya sebelum kematian istrinya! Alangkah suram!
Mundurlah sejenak dan biarkan pemikiran ini masuk dan tertanam. Allah sedang merenggut istri orang ini. Istrinya akan mati. Namun demikianpun, dia tidak boleh berkabung, menangis, meneteskan air mata setitikpun atau bahkan berduka? Orang seperti apa yang mampu menerima kabar seperti ini sebagaimana yang Yehezkiel kerjakan? Hanyalah orang beriman! Teologi Yehezkiel memberitahukannya bahwa hidup manusia telah ditentukan (Maz. 31:5; 139:16; Pkh. 3:2). Dia tahu kematian adalah penunjukkan ilahi yang berasal dari Allah semata (Ibr. 9:27). Namun apakah hal ini membuat kabar tersebut menjadi lebih mudah diterima secara emosional? Saya yakin dia mendambakan untuk berduka sebagaimana layaknya suami yang mengasihi. Sebaliknya, Yehezkiel justru mendengarkan dan menaati Tuhan. Yehezkiel adalah orang yang hidupnya diatur oleh iman. Dan iman sering menuntut tindakan yang serius dan bahkan tidak terbayangkan, yang adalah bagian kita.
Orang dengan iman tak bercela ini menaati keseluruhan perintah Allah. Yehezkiel 24:18: “Pada paginya aku berbicara kepada bangsa itu dan pada malamnya isteriku mati. Pada pagi berikutnya aku melakukan seperti diperintahkan kepadaku.” Nats ini berkata bahwa Allah melaksanakan kehendakNya dan Yehezkiel memendam semua perasaannya di dalam dan tidak berduka bagi istrinya yang sekarang telah mati. Semua di sekitar Yehezkiel kebingungan. Mungkin saja mereka berpikir, “Ada apa dengan orang ini? Tidakkah dia mencintai istrinya?” Sebenarnya memang mereka menanyakan hal ini dan langsung dari suara Allah melalui lidah sang nabi, mereka menerima jawaban ini (Yeh. 24:21-24):
Katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Sesungguh-sungguhnya Aku akan menajiskan tempat kudus-Ku, kekuasaanmu yang kaubanggakan, kenikmatan bagi matamu dan bagi jiwamu; dan anak-anakmu lelaki dan perempuan yang kamu tinggalkan akan mati rebah oleh pedang. Kamu akan melakukan seperti yang kulakukan: Mukamu tidak akan kamu tutupi dan roti perkabungan tidak akan kamu makan, kepalamu pakai destar dan kakimu pakai kasut; dan kamu tidak akan meratap atau menangis. Tetapi kamu akan hancur lebur dalam hukumanmu, dan kamu akan mengeluh seorang kepada yang lain. Demikianlah Yehezkiel menjadi lambang bagimu; tepat seperti yang dilakukannya kamu akan lakukan. Kalau itu sudah terjadi maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan ALLAH.
Sebagaimana “kenikmatan bagi mata Yehezkiel” (istrinya) telah direnggut dalam sekejab, demikianlah kenikmatan bait suci Salomo di Yerusalem juga akan mengalami penderitaan sebagai konsekuensi yang sama. Umat Allah akan demikian tercengang dan menunjukkan keheningan dalam kedukaan. Semuanya ini oleh karena dosa mereka (Yeh. 24:23). Mereka akan tahu bahwa Allah tidak main-main ketika Dia memerintahkan untuk menjadi semakin serupa dengan FirmanNya dan bukan dengan budaya mereka yang berdosa.
Yehezkiel setia atas seisi rumahnya untuk melakukan apa yang Tuhan perintahkan. Akhirnya, kematian istri Yehezkiel adalah cara Allah menunjukkan umatNya bahwa benar Dialah Allah (Yeh. 24:24). Dia mengendalikan kehidupan dan kematian (Ayub 14:5; Maz. 139:16; Kis. 17:25-26). Dia mengendalikan bangsa-bangsa (Maz. 22:28; 75:7; Dan. 4:32). Dia setia pada FirmanNya dan penghukumanNya dulu dan sekarang! “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.” (Ams. 16:4).
Dalam kerendahan hati, Yehezkiel menundukkan dirinya pada kehendak Allah; istrinya tahu bahwasanya diapun melayani Tuhan dalam kematiannya. Alkitab tidak mencatat satupun keluhan darinya. Orang Kristen melayani Allah sampai misi mereka rampung di bola berputar yang kita sebut bumi ini. Ketika tujuan ilahi kita di sini selesai, kita mati dan menantikan penyempurnaan kerajaan saat kita bangkit. Demikian jugalah Yehezkiel dan istrinya dapat tetap tenang dengan mengetahui fakta bahwasanya mereka akan saling bertemu kembali pada akhir zaman nanti.
Topik Terkait
"Apa Itu Kehendak Allah?"
Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).