Bukankah semua fantasi seksual adalah sama dengan berzina?
“Tindakan masturbasi yang dimotivasi oleh pemikiran akan seseorang yang memang tepat dan diharapkan untuk dapat dinikahi nantinya, mungkin dapat luput juga dari penghukuman (yang seharusnya diterima) berdasarkan argumentasi ini.”
Menurut saya untuk memiliki pemikiran-pemikiran seperti itu sesungguhnya telah berzina. Sampai seseorang menikah, dia tidak boleh memiliki pemikiran demikian.
Dalam Alkitab, “zina” adalah aktivitas seksual antar pihak dimana paling tidak satu pihak sudah menikah. Percabulan adalah aktivitas seksual antar mereka yang belum menikah. Namun, dorongan dan fantasi seksual dalam konteks satu per satu tidaklah sama dengan aktivitas seksual. Misalnya, di sepanjang Kidung Agung, gadis Sulam dan sang gembala kekasihnya belum menikah, namun mereka membayangkan tentang aktivitas seksual di antara mereka. Dalam satu kejadian di antara banyak peristiwa dalam kitab tersebut, dalam Kidung Agung 7:7-8 sang gembala mengumandangkan, di antara sekian hal lainnya:
“Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah dadamu m gugusannya. Kataku: ‘Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya.’”
Dan sebagian dari respon gadis Sulam adalah:“Mari, kekasihku, kita pergi ke padang…Di sanalah aku akan memberikan cintaku kepadamu … [D]ekat pintu kita ada pelbagai buah-buah yang lezat, yang telah lama dan yang baru saja dipetik. Itu telah kusimpan bagimu, kekasihku.”
Jelas semua fantasi ini bersifat seksual, namun si gembala dan gadis Sulam tidak dikutuk oleh karenanya. Justru sebaliknya, cinta di antara mereka dipuji sebagai sesuatu yang murni dan patut ditiru oleh yang lain.
Namun pada titik ini penting untuk memberikan penjelasan bagi semua pernyataan ini dengan menegaskan bahwa berfantasi tentang dosa adalah dosa. Yang sedang saya bicarakan adalah berfantasi tentang seks secara sah, fantasi seksual yang mengasumsikan sebuah relasi pernikahan yang mensahkan seks dalam konteks fantasi tersebut. Fantasi-fantasi seperti ini adalah salah jika yang berfantasi tersebut sama sekali tidak berharap untuk menikahi objek fantasinya.
Sebaliknya, sama sekali tidak ditemukan di dalam Alkitab yang mengutuk dorongan seksual terhadap seseorang yang belum anda nikahi namun yang memang secara tepat diharapkan untuk menikah. Bahkan dalam beberapa bagian dorongan seksual seperti ini diakui dan diperbolehkan (mis. Ul. 21:11).
Matius 5:27-28 terkadang dipahami sebagai larangan atas berbagai macam dorongan seksual terhadap siapapun yang belum dinikahi. Namun, kata yang sesungguhnya dipakai dan konteks dari ayat-ayat tersebut menyarankan bahwa dorongannyalah yang jahat. Yaitu, dorongan untuk berbuat zina, bukan untuk melakukan tindakan cinta yang terhormat dalam konteks pernikahan. Pada dasarnya Yesus sedang mengatakan, “Bukan hanya berbuat zina yang adalah berdosa; untuk mengingini zina pun juga adalah dosa.” Namun hal ini sangat jauh artinya dibandingkan dengan mengatakan bahwa adalah hal yang selalu berdosa saat memiliki kerinduan seksual atas seseorang yang belum anda nikahi.
Dr. Joseph R. Nally, Jr., D.D., M.Div. is the Theological Editor at Third Millennium Ministries (Thirdmill).