Pelecehan Diri?

Pertanyaan

Dapatkah anda kirimkan beberapa informasi tentang topik masturbasi? Saya tertarik dengan pendekatan alkitabiah terhadap hal ini termasuk penuntun praktis bagi pendeta dan pelayan Kristen.

Jawaban

Sesungguhnya, Alkitab tidak pernah secara langsung menanggapi isu masturbasi. Di sepanjang sejarah kebanyakan orang Kristen telah mengutuk masturbasi atas beberapa dasar, termasuk namun tidak terbatas pada: 1) dosa Onan; 2) natur; dan/atau 3) hawa nafsu. Saya akan menanggapi masing-masing pendekatan tersebut berikut ini.

1. Dosa Onan

Dalam Kejadian 38:7-10 kita tahu bahwa Yehuda memiliki dua anak laki-laki bernama Er dan Onan. Er menikah dengan Tamar. Namun karena Er jahat, Allah membunuhnya. Yehuda kemudian memerintahkan Onan untuk menghamili Tamar demi membangkitkan keturunan bagi Er. Onanpun menghampiri Tamar, namun setiap kali mereka bersetubuh, dia membiarkan maninya terbuang ke lantai. Untuk dosa ini, Allah membunuhnya.

Banyak yang menginterpretasikan hal ini berarti membuang mani dengan cara sengaja untuk mencegah kehamilan adalah dosa. Ini juga argumentasi yang sama digunakan untuk menentang kontrasepsi. Namun, Alkitab bukanlah mengajarkan bahwa dosa Onan semata-mata karena día menumpahkan maninya. Itu hanyalah cara yang dia gunakan untuk menghalangi kehamilan Tamar.

Beberapa berargumen (seperti Gereja Katolik Roma) bahwa menumpahkan maninya adalah kejahatan dan untuk itulah Allah membunuh Onan. Mereka mendasarkan hal ini di atas fakta-fakta berikut: 1) Allah membunuh Onan atas kejahatannya; 2) hukuman karena gagal memiliki anak dari janda kakak laki-laki jauh lebih ringan dari kematian; 3) hukuman karena gagal untuk menuruti ayah juga bukan kematian; dan 4) kematian adalah hukuman yang pantas bagi banyak dosa seksual lain yang tidak dirancang untuk mendatangkan kehamilan (homoseksualitas, bersetubuh dengan hewan, dll.). Berdasarkan fakta-fakta ini, banyak yang berkesimpulan bahwa dosa Onan bukanlah karena gagal melanjutkan keturunan bagi kakaknya, namun karena dia melakukan kegiatan seksual yang sengaja dirancang bukan untuk menghamili. Masturbasi, bersetubuh dengan kontrasepsi, seks oral, homoseksualitas, bersetubuh dengan hewan, dan banyak praktek seksual lainnya masuk dalam kategori ini. Masalah dengan argumentasi ini adalah tidak didukung dengan data yang cukup. Pertama, dalam situasi levirat, tujuan seks adalah khusus untuk meneruskan anak dari kakak laki-laki. Sebenarnya, Kejadian 38 bahkan tidak mengatakan bahwa Tamar adalah istri Onan, namun disebutkan dia adalah istri kakak laki-lakinya. Satu-satunya alasan Onan diperbolehkan bersetubuh dengannya adalah untuk menghamilinya. Fakta bahwa Onan semangat untuk berhubungan seks dengan Tamar namun menolak memberikan benihnya menunjukkan bahwa dia sesungguhnya berzina. Saat kemudian Taurat disahkan, perzinaan adalah kejahatan yang dapat dihukum mati (Im. 20:10).

Kedua, hukum Taurat tidak memiliki ketetapan yang mengutuk atau menyinggung tentang kontrasepsi, masturbasi, seks oral, atau banyak kegiatan seksual lain yang dirancang bukan untuk menghamili. Jika perbuatan-perbuatan ini sangat jahat bagi Allah dan patut dihukum mati, bukankah seharusnya hal-hal ini menjadi cukup penting untuk termasuk dalam Taurat.

Ketiga, tidak ada bukti alkitabiah bahwa bangsa Israel pernah membunuh siapapun karena masturbasi, kontrasepsi, seks oral, atau perbuatan sejenis lainnya yang bukan berzina dan bukan dengan hewan dan tidak untuk menghamili. Bahkan, tidak ada bukti (selain insiden Onan yang diperdebatkan) bahwa bangsa Israel menganggap hal-hal ini salah.

Keempat, Taurat benar berbicara tentang saat-saat ketika mani seorang pria mungkin terbuang, namun tidak pernah menganggapnya lebih buruk dari kenajisan (Im. 15:16-17,32; Ul. 23:10). Bahkan menyebutkan bahwa apabila seorang laki-laki tertumpah maninya, ia harus membasuh seluruh tubuhnya dengan air dan mencuci pakainnya (jika perlu), dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam (Im. 15:16-17). Tidak ada menyinggung tentang kematian atau hukuman, dan bahkan tidak ada gambaran yang jelas tentang “mani yang tertumpah.” Sering ini dipahami sebagai tumpahan mani di malam hari yang terjadi saat seorang pria tidur, namun mungkin juga ini merujuk pada tumpahan saat pria dalam kondisi terjaga. Jika ini perihal yang kedua, maka perikop ini seakan menempatkan masturbasi pada jenjang yang sama seperti haid perempuan, bukan pada jenjang dosa.

2. Alam (Natur)

Ada yang berargumentasi bahwa masturbasi salah dari naturnya (secara alamiah). Artinya, sama seperti argumentasi berdasarkan dosa Onan, mereka berargumentasi bahwa Allah tidak merancang tubuh manusia dan sistem reproduksi untuk bekerja dengan cara ini, dan bahwa wahyu umum Allah secara alami mengutuk praktek sejenis. Ini adalah argumentasi yang lemah. Sesungguhnya, justru ada bukti yang berlawanan. Misalnya, banyak manusia yang belajar bermasturbasi tanpa pernah diajarkan atau bahkan mendengar tentang hal itu. Sepertinya ini adalah dorongan “alami” mereka. Lagipula, manusia secara alami dilengkapi dengan bagian tubuh yang memang diperlukan untuk melakukan masturbasi (tidak seperti binatang pada umumnya). Berdasarkan hal-hal ini dapat dikatakan bahwa hal ini alamiah. Terlebih lagi, kebanyakan kaum Protestan menolak ide bahwa apa yang alami adalah baik - khususnya karena “sifat dasar kita yang berdosa.” Ini adalah dasar yang lemah jika dijadikan sebagai dasar argumentasi menentang masturbasi.

3. Hawa Nafsu

Inilah argumentasi yang paling banyak beredar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tindakan masturbasi melibatkan dosa hawa nafsu.

Tentu, kita harus jeli mengenali bahwa dosa hawa nafsu tidaklah termasuk setiap kali ada rangsangan seksual atau ketertarikan. Tidaklah berdosa saat terangsang secara seksual, bahkan oleh seseorang yang belum anda nikahi (Ul. 21:10-13; Sol. 1:1ff.); adalah berdosa saat terangsang secara seksual oleh seseorang yang sudah menikah dengan orang lain, atau dengan seseorang yang anda hanya inginkan untuk percabulan (Mat. 5:28).

Jadi, jika suatu tindakan masturbasi mengekspresikan dosa hawa nafsu, maka tindakan masturbasi tersebut dapat dikutuk sebagai berdosa. Namun argumentasi ini tidak dapat mengutuk tindakan masturbasi yang tidak mengekspresikan dosa hawa nafsu. Misalnya, seorang pria atau wanita yang masturbasi sembari memikirkan tentang pasangannya tidaklah terlibat dalam dosa hawa nafsu. Sebuah tindakan masturbasi yang termotivasi oleh pikiran akan seseorang yang memang diharapkan untuk dinikahi mungkin juga dapat lolos dari kutukan berdasarkan argumentasi ini. Tindakan masturbasi yang dilakukan untuk kenikmatan jasmani tanpa adanya pikiran-pikiran tertentu yang berkaitan dengan hawa nafsu juga dapat lolos dari kutukan berdasarkan argumentasi ini.

Kesimpulannya, ada tindakan masturbasi dimana Alkitab tidak benar-benar mengutuk. Tentu dengan mengatakan seperti ini, jangan sampai kita menganggap remeh kejahatan dosa hawa nafsu yang sungguh nyata yang dilibatkan dalam banyak tindakan masturbasi. Namun kita juga harus menahan diri dan tidak mengutuk apa yang Alkitab tidak kutuk. Saya akan katakan selembut mungkin bahwa sekalipun kecenderungan sosial dan tradisi kita mungkin adalah mengutuk semua tindakan masturbasi, kecenderungan sosial dan tradisi kita mungkin tidaklah sepenuhnya alkitabiah tentang hal ini.

Saya yakin bahwa masturbasi mungkin adalah sebuah praktek yang mendekati universal, khususnya di kalangan pria muda. Banyak yang mungkin sudah dipaksa merasa bahwa mereka terus menerus berdosa sebagai akibat dari kegagalan mereka mengontrol perilaku mereka dengan kekuatan kemauan mereka sendiri. Hal ini dapat sangat merusak pengertian mereka akan hubungan mereka dengan Allah. Alih-alih mereka bersukacita di dalam Dia, mereka malah merasa tertekan, bersalah, munafik, dan kotor. Beberapa bahkan meragukan keselamatan mereka karena Allah belum membebaskan mereka dari apa yang mereka anggap sebagai sebuah “dosa yang bercokol.” Tentu, beberapa dari perasaan bersalah mereka didasarkan pada pemahaman yang tepat akan dosa hawa nafsu, namun tidalah semuanya. Saya rasa kita harus hati-hati agar tidak merusak individu-individu yang terjebak dalam dosa hawa nafsu, khususnya agar kita tidak mendorong mereka masuk dalam keputusasaan dan rasa malu yang justru menggoda mereka pada dosa-dosa hawa nafsu yang sesungguhnya.

Jawaban oleh Ra McLaughlin

Ra McLaughlin is Vice President of Finance and Administration at Third Millennium Ministries.

Q&A